Sabtu, 28 September 2019

Saya selalu Berusaha Tersenyum di tengah Kegetiran Hidup


Kisah Nyata 16

Prihatno (Jefri), Marbot Masjid Dakwah Islam, Utan Kayu.


Dengan harapan saya bisa memperbaiki nasib hidup, saya menginjakkan kaki pertama kali di Jakarta tahun 1974. Sebelumnya saya tinggal di Cilacap yang juga sebagai kampung halaman dan tempat kelahiran saya. Kehidupan kami di kampung yang pas-pasan sejak di tinggal mati bapak membuat saya bertekad untuk merantau. Waktu itu usia saya sekitar 16 tahun karena saya lahir 15 Agustus 1968. Kesempatan untuk merantau itu datang ketika salah seorang teman saya yang lebih dulu ke Jakarta mengajak saya untuk ikut ke kota metropolitan. Selain untuk mencari nafkah saya juga berniat melanjutkan sekolah yang waktu itu hanya sampai SD.
Tiba di Jakarta saya tinggal di daerah Utan Kayu. Waktu itu saya bekaerja di salah satu perusahaan ekspedisi kapal laut sebagai pembantu. Setahun kemudian saya beralih profesi menjadi tukang minyak keliling. Hanya berlangsung beberapa bulan saya ganti mpekerjaan lagi dengan jualan bubur ayam keliling dengan dipikul. Waktu itu bos (juragan) saya seorang Chinese saya hanya menjual saja. Cuma tiga bulan ikut bos, saya memisahkan diri dan jualan sendiri. Ketika bos saya tahu saya jualan sendiri dia marah, dan ketika ketemu di jalan pikulan saya ditendang dan akhirnya dagangan saya berantakan dan banyak mangkok saya pecah. Sebetulnya ada perbedaan bubur ayam bos saya dengan bubur ayam yang saya buat. Sebagai penyedap rasa bos memakai minyak babi sedangkan bubur saya hanya pakai kaldu ayam. Saat itu saya belum paham kalau minyak babi itu haram, saya sangat awam. Modal saya ke Jakarta hanya bacaan shalat, bacaan qulhu dan innna a’thoina juga ngaji alif-alifan.
Saya dagang bubur beberapa bulan sampai akhirnya suatu ketika saya kena musibah. Sebelumnya saya kata orang sedang jatuh cinta, namun cinta saya kepada seorang gadis ternyata bertepuk sebelah tangan. Saya pun patah hati. Efeknya ketika dagang saya banayk melamun dan akhirnya tiba-tiba ada mobil yang menabrak pikulan saya. Saya pun terputar dan terhuyung. Tak ayal dagangan saya yang belum laku satu pun akhirnya hancur berantakan. Habislah modal saya.