Jam Keberuntungan Peninggalan Jaman Revolusi
Dunia
ini adalah perjuangan. Perjuangan dalam hal apa saja. Perjuangan membutuhkan
banyak persiapan fisik, mental, harta benda, dan nyali untuk menyabung nyawa jika
diperlukan. Sudah sewajarnya jika bekal tersebut dipersiapkan dengan
sebaik-baiknya. Sebab perjuangan tidak hanya membutuhkan persiapan ala
kadarnya. Tapi ia membutuhkan ketahanan yang luar biasa besar.
Pun
perjuangan ketika mengusir penjajah dari bumi nusantara ini. Perjuangan yang
telah banyak menghabiskan banyak harta, mencabut banyak nyawa, dan menguji
ketahanan bangsa Indonesia.
Namun, terkadang pemahaman tentang persiapan itu disusupi pula dengan
anggapan-anggapan mistis tentang kekuatan suprantural yang biasanya dalam
bentuk jimat-jimat atau amalan-amalan tertentu. Yang dianggap mempunyai
kemampuan untuk menambah kekuatan atau pun mendatangkan keberuntungan dan
menolak kesialan.
Ketika
mereka meninggalkan dunia kelak, mereka ingin menjadikan jimat-jimat tersebut
sebagai salah satu barang yang layak diwariskan kepada anak cucu. Inilah yang
akan dikisahkan oleh Ibu Ida (bukan nama sebenarnya) tentang peninggalan nenek
moyangnya yang berupa jimat. “Jam ini merupakan peniggalan nenek moyang kami
yang mereka pakai pada masa perang kemerdekaan dulu,” jelas Ibu Ida mengawali
ceritanya. Memang, sejak kecil ia telah diperkenalkan oleh orangtuanya dengan
benda-benda pusaka itu. Menurut orangtuanya, benda-benda itu mempunyai khasiat
atau bertuah dan telah banyak membantu para pejuang dalam menghadapi para penjajah.
Ida kecil hanya mengangguk saja tanpa pernah mengerti apa arti semua itu. “Saya
mah, iya-iya saja. Percaya nggak percaya sih,” jelasnya.
Roda
kehidupan terus berputar. Ida kecil pun tumbuh dewasa seiring berjalannya sang
waktu. Susah senang, sedih gembira silih
berganti. Selama itu pula Ibu Ida tidak pernah mengindahkan benda-benda pusaka
peninggalan nenek moyang. Hingga perjalanan hidup menghantarkannya pada
penghujung tahhun 2004. Saat itu Ibu Ida merasakan hidupnya selalu terasa sial.
Usaha sang suami selalu merugi, beberapa kali kecelakaan menimpa keluarganya,
dan kredit bajunya yang selama ini dijalaninya tidak lagi mendatangkan
keuntungan. Belum lagi hutang kepada tetangga yang belum juga terbayarkan.
Bingung
dan putus asa. Itulah yang ia rasakan. Merasa tertekan dengan cobaan-cobaan,
Ibu Ida tergiur dengan ajakan temannya untuk datang ke orang pintar. Ia
berharap permasalahannya bisa terselesaikan dengan cara itu. Lazimnya sebuah
praktik perdukunan, Ibu Ida pun diminga untuk memenuhi persyaratan-persyaratan
yang diajukan. Saat itu sang dukun meminta seekor kambing hitam. Satu setengah
juta harga kambing itu.
Dalam
prosesi pengusiran ‘roh jahat’ dari rumah Ibu Ida, dukun tersebut dibantu oleh
dua orang. Mereka sempat jatuh pingsan saat mencoba mengusir roh jahat itu.
Entahlah, itu trik mereka atau memang demikian adanya, Ibu Ida tidak mengerti. “Setelah
mereka sadar, mereka makan dan menghabiskan enam piring nasi serta minum
sebelas gelas,” kenang Ibu Ida. Selanjutnya, tibalah saatnya ritual pemotongan
kambing. “Awalnya, kambing itu tidak mempan dipotong,” terang Ibu Ida keheranan.
Setelah dukun itu menghentakkan kakinya sebanyak tiga kali, barulah kambing itu
bisa dipotong. “Kambing tadi dibawa jin,” kata Ibu Ida menirukan ucapan sang
dukun.
Namun
musibah demi musibah tetap saja sering ia alami. Ibu Ida kecewa dengan sang
dukun. Akhirnya, ia pun ingat dengan benda pusaka peninggalan nenek moyang. Ia
teringat akan cerita orangtuanya tentang khasiatnya. Benda pusaka itu pun
dibawanya kemana pun ia pergi. Karena ia mulai meyakini bahwa benda tersebut
memang bertuah.
Sejak
itulah, Ibu Ida merasakan banyak keanehan pada dirinya. “Saya jadi malas
beribadah. Kepala saya sering terasa sakit, emosi saya tak terkendali,” jelasnya.
Cukup lama ia tersiksa dengan keadaan itu. Hingga datanglah hidayah itu. Memang
hidayah tidak datang dengan mudah, tetapi jika Allah menghendaki maka hal itu
menjadi mudah saja.
Suatu
hari, tetangganya meminjamkan Majalah Ghoib kepadanya. Dari sinilah kesadaran
itu bermula. Ia baru menyadari apa yang ia lakukan selama ini adalah salah. Dan
karena terdorong untuk membersihkan diri dan bertobat, serta untuk menyembuhkan
gangguan yang dialaminya ia pun memutuskan untuk mengikuti terapi ruqyah
syar’iyyahdi Ghoib Ruqyah Syar’iyyah. Ia pun dengan senang hati menyerahkan
benda puasaka yang selama ini ia bawa kemana pun ia pergi untuk dimusnahkan
oleh tim ghoib ruqyah syar’iyyah. Ia ingin membersihkan diri dari kesyirikan.
Dan memulai hidup lebih baik.
Bentuk
Jimat
Jimat
itu berbentuk sebuah jam tangan berbentuk kerang, berwarna perak mengkilat yang
diikat oleh seutas rantai dengan warna yang sama. Pada sisi luar bagian atas
tutupnya terukir seorang tentara dengan dua ekor anjingnya. Sementara tutup
bagian bawahnya berukir gambar bunga mawar yang dikelilingi hiasan batik.
Sementara pada penunjuk waktu terdapat tiga jarum dan angka-angka yang cukup
besar berwarna hitam.
Kesaktian
Jimat
Jimat
ini diyakini membawa keberuntungan. Jimat ini harus dibawa kemana pun sang
pemiliknya pergi. Karena bentuknya jam yang bertali, maka jimat ini bisa
dikantongi atau pun dikalungkan di leher.
Bongkar Jimat
Seperti
telah diuraikan di atas, hiudp ini adalah perjuangan yang membutuhkan banyak
bekal dan persiapan. Tetapi, sebanyak dan seberat apapun bekal dan persiapan
itu, jangan sampai kita terjebak pada hal-hal yang diyakini membawa
keberuntungan dan membantu dalam menyukseskan perjuangan. Jimat, contohnya.
Banyak kalangan menyakini bahwa benda pusaka bertuah dan membawa keberuntungan
serta mampu menghidarkan diri dari kesialan. Seprti yang semula diyakini oleh
Ibu Ida.
Keyakinan
semacam ini jelas salah. Barang siapa yang memilikinya, memakainya, lalu
menyakininya, maka ia telah berbuat kesyirikan. Sebuah dosa yang besar. Pangkal
dari segala dosa. Dosa yang membawa pelakunya dilaknat Allah dan diancam dengan
siksa yang pedih. Dosa yang menyebabkan amalan ibadah lainnya menjadi sia-sia.
Karena keyakinannya terhadap eksistensi Allah diragukan. Allah diduakan,
disekutukan dengan selain-Nya. Maka
sudah sepantasnya jika Allah melaknat orang musyrik.
Kita
juga patut bersyukur karena saudara kita, Ibu Ida segera sadar akan
kesalahannya. Ibarat orang yang bepergian di tegah sahara, ia telah menemukan
kembali bekal dan kendaraannya yang dirasanya telah ia sia-siakan. Bekal dan
kendaraan itu adalah keimanan yang murni bahwa hanya Allah saja yang mampu
mendatangkan manfaat dan mudharat. Sebagai buah dari kembalinya keimanan yang
murni tersebut, hidupnya kembali lebih tenang, lebih sabar dalam menghadapi
cobaan dan ujian dari Allah.
Kita
semua berharap dan berdoa semoga keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah tidak
ternodai sedikitpun dengan dosa-dosa syirik. Dan bagi kita yang pernah
melakukannya, maka apa yang dilakukan Ibu Ida dengan membuang benda pusaka dan
bertobat kepada Allah, patut dicontoh. Dan semoga Allah memberikan hidayah tan
taufik-Nya kepada kita semua dlam mengarungi perjuangan hidup ini. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar