Meilawati: … tahun (seorang perawat)
Pacaran, di zaman sekarang dianggap sesuatu yang
lumrah dan wajar saja. Seorang anak yang tumbuh remaja dan belum mempunyai
pacar dianggap sebagai anak yang kurang bergaul dan tidak laku. Padahal
keburukan yang tersembunyi di balik racun asmara tersebut lebih mengerikan
daripada manisnya. Di samping balasan atas pelanggaran norma agama,
kesengsaraan dan penderitaan akibat pacaran juga tidak terhitung banyaknya.
Seperti yang dialami Meilawati, seorang perawat yang mengalami gangguan alergi
kulit akibat putus pacaran di tengah jalan. Orang yang selama ini diharapkan
menjadi pendamping hidupnya justru telah mengirimnya guna-guna. Meilawati
menuturkan kisahnya kepada Majalah Ghoib di Cibubur, Jakarta Timur.
Berikut kisahnya.
Saya tumbuh dewasa menjadi seorang gadis tomboy.
Dengan gaya yang berbeda dengan anak gadis lainnya. Sedikit berangasan dan
ceplas-seplos. Lantaran penampilan saya yang demikian itu, saya menjadi
sandaran bagi teman-teman saya yang lemah. Bila ada di antara mereka yang
diganggu oleh anak laki-laki, mereka mengadu kepada saya. Saya tidak terima
melihat teman saya diperlakukan semena-mena. Saya pun tidak tinggal diam. Saya
labrak anak laki-laki yang kurang ajar itu. Tidaklah mengherankan bila tidak
ada anak laki-laki yang berani mendekati saya.
Hingga suatu hari, saat saya masih duduk di bangku
SMP kelas dua, Ana, teman akrab saya menantang saya. “Ti, ada cowok cakep di
kelas tiga. Namanya Alex. Kamu bisa nggak dapatkan dia?” Saya penasaran,
seperti apa sih orang yang dipanggil Alex itu. “Mana sih anaknya?” “Tuh lagi
main bola,” seloroh Ana.
“Lumayan juga tuh cowok,” gumam saya. Merasa
mendapat tantangan dari Ana, rasa iseng saya muncul. “Jangan panggil Wati,
kalau tidak bisa dapatkan dia.” “Ayo kita buktikan,” timpal Ana sambil
cengar-cengir. Melalui Ana, saya mencoba memancing perhatian Alex dengan cara
memberinya salam.
Beberapa hari berikutnya saya mendapat kabar dari
Ana bila salam saya sudah disampaikan. “Ti, salam kamu sudah saya sampaikan.”
“Terus dia ngomong apa? tanya saya penasaran. “Alaaa Wati, kayak cowok saja
kok. Gue tidak suka sama dia,” tutur Ana menirukan jawaban cowok itu. Saya
tidak terima karena ini adalah penghinaan. Akhirnya saya mencari Alex dan
mendampratnya habis-habisan. “Loe jangan menghina gue ya. Jangan sok
ganteng. Yang lebih dari loe tuh, gue bisa dapet.”
Jadilah pertemuan pertama itu menjadi ajang
pertengkaran, hingga akhirnya berujung kepada suatu pertanyaan menggantung yang
keluar begitu saja dari bibir saya. “Jadi kamu maunya apa?” “Ya, aku mau sama
kamu. Kamunya gimana?” tanya Alex.
Karena saya sudah taruhan dan tidak mau dilecehkan,
akhirnya saya menyambut uluran tangan Alex. Kisah cinta gaya anak SMP yang
selama ini hanya menjadi tontonan saja bagi saya, sudah mulai saya rasakan.
Satu hal yang terus berlanjut hingga saya lulus SMP, sementara Alex tidak
melanjutkan sekolah ke SMA.