Nama saya Novi Amanti. Setelah
keluar dari SMA 3 Jakarta, pada tahun 1981, saya melanjutkan kuliah jurusan
antropologi Universitas Indonesia.
Sebagaimana mahasiswa antropologi, saya sangat getol mempelajari dan
meneliti budaya dan ekologi masyarakat. Hingga menjelang akhir perkuliahan
(April 1986), saya harus mengadakan penelitan skripsi di Kampung Laut, Segara
Anakan, Nusa Kambangan, Jawa Tengah.
Kondisi masyarakat Segara Anakan pada umumnya sangat baik,
apalagi dengan pendatang. Ia sering menyebut saya orang darat. Tapi ada satu
keunikan dari kebiasaan hidup sehari-hari masyarakatnya. Mereka sangat
mengandalkan kondisi alam dan ramalan para pinisepuh (orang tua yang
dianggap pintar). Bahkan, sistem pengobatan yang digunakan masih tradisional
berupa ramuan. Apalagi kalau muncul berbagai penyakit aneh yang sering menimpa
warganya. Inilah yang akhirnya menjadikan pilihan obyek penelitian saya
selanjutnya. Dimana ada gabungan antara ekologi, budaya dan kesehatan. Apalagi
saya konsen pada anthropologi kesehatan.
Nah, pada waktu saya
sedang memilih responden dan wawancara beberapa penduduk. Kebetulan sekali
bertemu dengan keluarga yang mempunyai penyakit aneh. Orang tua si sakit
mulanya membawa berobat dari mulai dokter Cilacap hingga ke Rumah Sakit Pertamina.
Namun anehnya, penyakit sang anak ini nggak sembuh-sembuh. Bahkan dokter
pun tak bisa menentukan jenis penyakit yang dideritanya. Tapi begitu dibawa ke pinisepuh Samin (bukan nama
sebenarnya), sang anak tiba-tiba langsung sembuh begitu saja. Melihat hal
semacam itu, saya jadi penasaran, obat apa sebenarnya yang dikasih pinisepuh
itu.
Maka, tiap hari saya datang ke rumah si sakit
dan mencatat satu persatu berbagai obat dan ramuan yang telah diberikan. Saya
catat secara detil, jenis racikan, ramuan yang digunakan dan takaran
minumannya. Anehnya, ramuan-ramuan itu harus diminum pada tempat dan waktu
tertentu. Bahkan sebelum meminum pun harus membaca berbagai bacaan mantra.
Belum lagi ada berbagai syarat-syarat sebelum proses penyembuhan harus dipenuhi.
Melihat keganjilan itu,
saya semakin penasaran. Maka sebagai seorang peneliti yang baik, tentu saya
harus menyelidiki kapada bapak pinisepuh itu sebagai sumber utama. Saya
pun berangkat menuju kasepuhan.
Begitu penduduk
mengetahui niat saya itu, pada mulanya mereka menyarankan untuk
mengurungkannya. Karena di samping sangat sulit untuk menemui pinisepuh
itu. Banyak penduduk yang telah lama ngenger di kasepuhan saja, jarang
bertemu. Pinisepuh Samin ini hanya mau keluar jika ada pasien yang
benar-benar membutuhkan. Memang pinisepuh Samin merupakan dukun yang punya
tingkatan tertinggi dari pinisepuh-pinisepuh yang tersebar di Segara Anakan
itu. Apalagi kalau ingin mencoba meminta penjelasan mantra dan berbagai pernik
penyembuhan. Dapat dipastikan sulit. Bahkan pinisepuh Samin selalu menolak,
setiap ada yang meminta dirinya diangkat sebagai murid.
Namun, entah bagaimana,
saat saya datang menuju kasepuhan, terasa sangat gampang, bahkan dia menyambut
sangat antusias. Padahal sebelumya saya nggak pernah ke sana. Dan yang
tak diduga, pinisepuh Samin memberikan begitu saja seluruh mantra dan segala
ramuan berikut cara pembuatannya untuk berbagai jenis penyakit. Bahkan ramuan
dan mantra yang tertulis di lontar dengan bahasa kawi dan berhuruf jawa kuno
itu pun, diterjemahkan kepada saya dalam bentuk bahasa Indonesia.
Selain itu, pinisepuh
Samin sempat menunjukkan kaca paesan (kaca benggala) yang merupakan alat
untuk menerawang (melihat jarak jauh). Saya
juga sempat melihat-melihat bahkan sempat dikasih unjuk tentang cara
penggunaannya. Pinisepuh Samin pun bercerita detil bagaimana proses pencarian
berbagai ilmu dan segala jimat yang kini ada padanya.
Mendapat begitu banyak
dan detail data-data itu tentu saya senang luar biasa. Maka, begitu pulang dari
kasepuhan, dengan semangat, semua data itu segera saya ketik. Hingga dua hari
kemudian, ketika tengah asyik mengetik, tiba-tiba Bapak pondokan lari
tergopoh-gopoh sambil berteriak. “Mbak kutukan-kutukan.” Ternyata saya
disuruh membereskan semua baju saya. Kenapa? saya bilang. Pokoknya Mbak Novi
harus pergi sekarang juga, katanya sambil gugup sehingga ia gagu tak
bisa menjelaskan pada saya.
Melihat
kondisi Bapak Pondokan itu, saya jadi bingung dan iba. Untung ada Ibu pondokan
menjelaskan. Ternyata Pinisepuh Samin akan menurunkan ilmunya ke saya tepat
tengah malam nanti. Saat itu memang hari Kamis, sehingga malamnya pas malam
Jum’at kliwon. Dan menurut Pinisepuh Samin, kedatangan saya pertama kali ke
pulau Segara Anakan yang bertepatan Selasa Kliwon, yang disebutnya sebagai
hari anggoro kasih, merupakan pertanda tepatnya pilihan impian yang ia
terima.
Saya segera berkemas. Tapi begitu sampai di
anjungan, kapal feri sudah keburu jalan. Dengan terpaksa saya dengan diantar
penduduk, mengejar feri dengan jukung (semacam prahu lesung atau
kole-kole di Maluku). Walaupun dengan engkol kayu, akhirnya sampai juga, meski
saat naik feri harus bergelantungan memakai tangga tali.
Dengan feri itu, saya
menuju ke rumah saudara di Cilacap. Selama seminggu di Cilacap saya tidak
mengalami kejadian yang aneh satu pun. Bahkan ketika saya pulang pergi
Cilacap-Segara Anakan selama 2 bulan berikutnya, untuk melengkapi data-data,
saya tak mengalami hal aneh.
Sampai kemudian saya
menyelesaikan skripsi. Begitu ujian skripsi, pada mulanya saya lulus
berpredikat sangat memuaskan. Namun entah bagaimana, tanpa memberi alasan yang
jelas, pembimbing dan penguji skripsi; Mutia Hatta, meminta saya untuk mengulang
lagi ujian skripsi saya. Alhamdulillah, walaupun saya kaget dan nggak
habis pikir, dapat A kembali.
Begitu lulus dan wisuda,
saya bekerja di sebuah pabrik komputer di jalan Peternakan Dua, Kapuk, Jakarta.
Disinilah baru saya sadari kalau ada
fenomena kejadian yang aneh menimpa saya.
Saat itu, semua karyawan
dan buruh pabrik selalu beres-beres untuk pulang pukul lima sore. Saya pada
mulanya tidak begitu memperhatikan. Apalagi
kesibukan tugas kantor menumpuk. Dan karena saya teliti, maka seringkali
pulang pukul 21.30. Melihat itu satpam pun sering mondar-mandir melongok meja
kerja saya setiap setengah jam sekali. Saya pun berpikir, ada apa dengan
satpam?
Keanehan satpam itu baru terjawab setelah
salah satu buruh pabrik bagian pakcing berkata pada saya: “Ibu sakti
banget ya, berani benar diatas sendirian.” (Ruang kerja saya ada di lantai
dua). “Memang kenapa,” kata saya. Kemudian mereka cerita tentang kondisi pabrik
itu yang menurut mereka adalah tempat “pembuangan”, bahkan sering terjadi
kejadian yang aneh yang selalu menimpa karyawan yang pulang lewat magrib. Tapi
karena nggak pernah terjadi apa-apa, saya cuek saja.
Hingga suatu saat sopir
kantor, ketahuan kalau ia ternyata nyambi ngojek, maka segera saya
tegur. Tapi ia malah marah-marah sambil ngomong yang nggak-nggak. Secara
reflek, saya mengumpat juga, “Rasain lu kalau kecelakaan siapa yang akan
nanggung.” Eh, baru keluar dari pintu gerbang ia langsung kecelakan, ditabrak
mobil tronton. Hal yang sama terulang setiap kali orang menyakiti saya.
Hingga bulan November
1997, saya keluar dari pabrik komputer itu. Namun begitu keluar, justru saya semakin
aneh, bahwa setiap ketidaksenangan yang saya ucapkan pada orang lain, pasti
akan menimpa pada orang itu.
Pernah suatu saat, saya
kecepolosan sama teman ibu, seorang mantan orang penting di pemerintahan. Saya
bilang, “Ia pendusta, penipu, pembohong. Selalu makan uang haram, kalau tahu
masyarakat baru tau rasa dia”. Ibu saya marah besar saat itu. Tapi tidak lama
kemudian omongan saya itu terbukti. Bahkan
saudara saya yang selalu sok kaya, pernah saya umpat menjadi miskin akhirnya
bangkrut.
Diluar itu, tiba-tiba
secara mata telanjang saya bisa melihat susuk yang digunakan seseorang. Bahkan
hanya dengan sekedar memandangnya, saya akan tahu bagaimana masa lalunya, apa
kebiasannya dan apa yang akan dilakukan nantinya. Semua itu tergambar begitu
saja di depan mata saya. Meskipun setelah melakukan hal itu biasanya kondisi
fisik saya capek bukan main. Bahkan jiwa dan mental saya terkuras.
Saya bisa juga menerawang.
Biasanya kalau saya ingin tahu tentang keadaan seseorang maka saya lihat saja.
Maka saya akan tahu bagaimana sikap dan masalah apa yang sedang dihadapai,
serta bagaimana masa lalu serta watak aslinya.
Pernah pula suatu saat
ketika ada di mall, ada orang yang mau nggendam. Tiba-tiba secara reflek
saya berbalik menggerakkan tangan saya megembalikan seluruh ilmunya, hingga ia
kena gendamannya sendiri. Seketika kaburlah ia terbirit birit.
Tapi yang paling berat
adalah tindakan out off control. Dimana kalau saya tidak suka kepada
sesorang, maka secara reflek akan memukul dan menghajarnya. Bahkan tak peduli
siapapun orangnya. Hingga pernah sewaktu saya mau ke Yogya, para preman Lebak
Bulus iseng nggodain saya. Bahkan tangan-tangan preman sudah mulai
jahil. Nah, saya kemudian tiba-tiba reflek menghajar preman itu hingga ia
bersimbah darah. Melihat itu semua penumpang heran, bahkan polisi
memperhatikan saya secara seksama dari ujung kepala hingga ujung kaki. Usut punya usut, ternyata ia pentolan preman
terminal itu.
Dan yang lebih parah saat
itu saya sudah tidak bisa sholat. Bahkan wudhu saja tidak bisa. Urutan dan
bacaan wudhu saja, walaupun di kamar mandi ditempel gambar tuntunan wudhu,
tetap saja sulit untuk melakukannya. Padahal saya dulu pengurus mushola dan
murid terkasih guru agama. Bahkan saya sering tak sadar melakukan pekerjaan apa
sebelumnya. Apalagi kalau ibu lagi dzikir dan sholat. Maka dapat dipastikan
saya akan sering uring-uringan. Bawaanya marah terus, bahkan seringkali celoteh
sana-sini tanpa sebab.
Sedang
dalam pergaulan sehari-hari saya selalu menaruh curiga kepada setiap orang.
Apalagi kalau ada orang yang ‘mendekati’ saya. Bahkan saat teman yang ikut Satria Nusantara (SN) bertandang
ke rumah saya, begitu mendekat ia merasa panas dan seperti melihat hal aneh. Dan terasa berjarak tak bisa mendekati
saya. Semua itu semakin membuat saya dan
keluarga sadar bahwa ada kelainan pada diri saya.
Maka mulailah diupayakan berbagai ikhtiar.
Saya pergi dari satu paranormal ke paranormal lainnya. Dari dukun satu ke dukun
lain. Saat itu pokoknya demi kesembuhan, akan saya lakukan. Namun, yang saya
dapat justru capek. Bahkan setiap kali habis pergi ke paranormal pasti meriang
hingga tiga hari. Dan tak jarang sekujur tubuh paranormal itu justru esok
harinya berubah bintik-bintik cacar merah dan akhirnya menolak setiap kali saya
ingin balik kepadanya.
Saya pernah juga diantar
ibu untuk bertemu dengan paranormal terkenal di daerah Jakarta Selatan. Bahkan
saking terkenalnya, ia memasang tarif dari tingkat dasar seharga Rp. 250.000
hingga tingkat ekslusif Rp. 4 juta. Setelah ngantri lama dan nunggu sebulan,
akhirnya saya bisa bertatap muka dengannya, itu pun pukul setengah dua malam.
Pada awal bertemu, dia langsung berkata: Apa nggak sayang dibuang ilmunya? Banyak lho, orang yang ingin seperti mbak Novi.
Begitu pulang, saya
disuruh untuk membeli kembang tujuh rupa dan nggak boleh menawar. Bunga itu
kemudian dimasukkan kedalam botol aqua dan ditaruh di kamar mandi. Baru pukul
12 malam, saya harus mandi menggunakan air tersebut.
Ada
lagi yang harus mandi menggunakan uang logam yang dimasukan di gayung. Dengan
terlebih dahulu diceplokin telur mentah di kepala, tiap pukul 12 malam, saya
juga harus mandi sambil terdengar krincingan air logam itu. Namun, tetap nggak
punya pengaruh.
Kemudian sama kakak
diantar ke paranormal Bekasi. Paranormal ini memberitahu, bahwa yang ada pada
diri saya adalah titisan dari nenek. Ia tidak menyakiti, akan tetapi over
protectif. Dan untuk menghilangkannya saya disuruh menggelar kain putih
sepanjang kuburan pada jam 12 malam. Terus setelah itu kain putih itu diambil
dan celupin ke air, kemudian harus saya minum. Wah pokoknya yang nggak-nggak
saja saat itu.
Bahkan saya telah pergi
ke paranormal yang dianggap paling top di Indonesia. Di tempat inilah para
aparat pemerintahan meminta jampi-jampi padanya. Namun begitu saya datang ,
malah ia bilang: “Mohon jangan pernah datang ke sini lagi ya. Maka teman saya
tertawa mendengar ucapannya dan berseloroh, kalau paranormal terhebat saja nggak
sanggup menanadingi kamu, kamu saja yang jadi paranormal menggantiin dia. Tapi
karena saya sudah capek, saya masa bodoh saja.
Bertemu Ustad Fadhlan
Hingga akhirnya suatu saat adik saya yang
bekerja di Grogol membawa majalah Tarbawi yang
berjudul “Dahsyatnya Kekuatan Doa” yang didapat dari teman-teman Cina muslim
yang kebetulan satu kantor dengannya. Di majalah Tarbawi
itu, dimuat pakar terapi Jin sesuai syari’at yang bernama ustadz Fadhlan. Maka
begitu selesai membaca langsung saya kontak kantor Tarbawi Alhamdulilah,
Tarbawi membantu mencarikan nomer kontak dan tempat yang bisa dihubungi.
Maka keesokan harinya
saya menyuruh saudara pembantu yang ada di Solo untuk membuat perjanjian waktu
dengan ustadz Fadhlan di pondok Al Hikmah Boyolali. Begitu ada waktu, pada hari
Kamis saya rent car berangkat menuju Boyolali. Namun saat sampai daerah
Cirebon, tiba-tiba karet pedal perseneling putus. Dan tak satupun yang menjual.
Maka terpaksa kami menunggu datangnya mobil pengganti, sambil bermalam di pom
bensin.
Begitu mobil tiba, kita
langsung meluncur menuju ke Boyolali. Sesampai di sana ternyata ustadz Fadhlan
lagi ada acara mendadak di Bantul dan baru bisa ditemui besok. Itu pun di
Yogyakarta. Maka segera kita kontak Yogyakarta kebetulan di terima sama mbak
Darti (istri ustadz Fadhlan). Maka segera kami meluncur menuju Yogyakarta,
namun karena sudah malam kami menginap di Solo.
Nah, saat di Solo ini
sering terjadi kejadian aneh. Setiap saya masuk kamar mandi maka tiba-tiba
pintu terkunci. Bahkan sempat sengaja pintu
tidak di tutup, namun tiba-tiba ia menutup sendiri dan nggak bisa dubuka hinga office
boy datang. Dan itu berlangsung hingga beberapa kali. Tak urung saya
berteriak histeris.
Namun karena saya telah bertekad ketemu Ustadz
Fadhlan keesokan harinya, saya teruskan ke Yogya walau dengan rintangan jatuh
pula. Setiba di sana, menjelang dhuhur setelah usai pengobatan orang Malaysia,
ustadz Fadhlan baru menangani saya. Pada mulanya saya disuruh berwudhu. Namun
karena nggak bisa maka saya dituntun sama mbak Darti berwudhu lalu
memakai jilbab dan berbaring. Dan begitu dada saya diletakkan Al-Qur’an dan
tangan Ustadz Fadlan memegang kepala saya dengan sarung tangan kulit yang
tebal, lalu membaca surat-surat Al-Qur’an. Tiba-tiba kepala saya seperti
ditimpuk besi berton-ton. Dada saya sesak seperti dihimpit dua buah benda yang
sangat besar.
Badan
saya bergetar bercucuran keringat. Saya dipukuli ustadz Fadhlan berkali kali
yang menurut adik saya sangat keras. Namun saya sama sekali tak merasakan
apa-apa. Hingga saya di suruh untuk bangun duduk. Namun ternyata saya nggak
bisa duduk sama sekali. Maka ustadz Fadhlan meneruskan wiridnya sambil
membentak dengan bahasa arab dan memukul badan saya dengan menggunakan medical
ball. Baru kemudian saya bisa berdiri duduk. Namun kaki dan tangan masih
terasa kaku dan tidak bisa digerakkan.
Begitu bisa duduk, ustadz
Fadhlan meneruskan kembali dan memukuli kaki dan tangan. Memang tak terasa
apa-apa. Tetapi tangan dan kaki seperti bergerak diluar jalur kontrol saya. Begitu tangan dan kaki dipukul sambil ustadz fadhlan berteriak menghardik, Hasbiyallah,
maka tangan dan kaki saya menjadi lemas. Lalu saya mulai bisa berdiri normal
walau sambil sempoyongan karena kecapekan.
Begitu
selesai, badan terasa segar walau terasa lemas lunglai. Namun begitu, mbak
Darti terus mengajak saya sholat bersama. Tapi karena belum hilang betul, walau
mulai ingat gerakan sholat, saya masih dituntun mbak Darti.
Nah keesokan harinya saat
ustadz Fadhlan pulang ke Boyolali, saya ikut. Dan diruqyah kembali di
Boyolali. Saat di Boyolali kondisi ruqyah saya tidak separah saat di
Yogya. Bahkan setelah ruqyah kedua badan terasa segar. Pening kepala
sudah mulai hilang. Maka ustadz Fadhlan menyarankan saya untuk membeli kaset
terapi jin dan sihir sebagai sarana ruqyah saya di rumah.
Alhamdulillah,
begitu saya pulang sampai di rumah maka seluruh hafalan bacaan sholat dan
doa-doa yang diajarkan guru agama dulu kembali ingat. Dan saya mulai bisa
berwudhu dan sholat sendiri.
Semenjak
itu pula saya sekarang bisa tertawa, bersosialisasi dengan masyarakat dan
tidak pernah mengkotak-kotakkan orang atau menaruh curiga terhadap setiap orang
lain. Bahkan emosi saya yang tidak pernah terkendali itu, sekarang bisa saya
kendalikan. Walau terkadang masih ada rasa nyeri dan kesemutan.
Maka
setiap kali ada waktu luang atau mulai ada efek saya dengerin kaset.
Memang setiap kali didengerin kaset, dampaknya bergetar ke seluruh
tubuh dari ujung rambut sampai ujung kaki. Terkadang getaran kecil di sekitar
tangan dan kaki. Namun begitu saya pukul ia menghilang.
Alhamdulilah, seringkali
Ustadz Fadlan memonitor perkembangan saya lewat telepon. Terkadang saat dicek
lewat telepon dada ini bergetar seperti di jedor-jedor, persis orang sakit
jantung. Namun dengan sholat tertib lima waktu dan wudhu saja, semua
permasalahan yang saya alami bertahun-tahun itu kini telah teratasi.
Memang
saya belum bisa lancar mengaji. Tapi yang penting sholat dulu. Dan ustadz
Fadhlan itu simple saja memberi solusi. Tanpa harus melalui ritual yang
macam-macam, hanya dengan wudhu dan sholat, ternyata dampaknya luar biasa.
Makanya kita harus kembali pada inti ajaran kita. Segala obat sebenarnya telah
diberikan dan diajarkan oleh Allah dalam wudhu dan sholat serta penghambaan
yang tulus kepada-NYA. Dan ketahuilah bahwa wudhu itulah sebenarnya ‘susuk’
yang paling bagus dan akan membekas dalam wajah setiap orang. Dan dengan sholat
lah segala ketegangan dan kegundahan hati akan terobati. Segala gangguan dan
kejahilan makhluk pun akan teratasi.`
kesaksian majalah ghoib.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar