Nama saya Drs.Basuki Abdur
Rahman, SU. Saya lahir di Sragen, Solo Jawa Tengah, pada 21 Juni 1964.
Pendidikan saya, SD dan SMP di Xaferius Katolik. Sementara SMA-nya saya masuk
di SMAN I Sragen. Selepas SMA saya
melanjutkan kuliah di Universitas Gajah Mada Yogyakarta Fakultas MIPA hingga tamat tahun 1989. Di tempat itu pula
saya melanjutkan S2 Matematika, hingga tamat pada tahun 1996.
Saya
pernah terdaftar sebagai Dosen Matematika di 14 perguruan tinggi di
Yogyakarta. Hingga akhirnya sekarang saya menjadi Dekan Fakultas MIPA
Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta. Selama masa kuliah, saya menjadi salah
satu aktifis Jamaah Shalahuddin UGM Yogyakarta.
Saya dilahirkan dalam lingkungan yang sangat jauh dari agama Islam.
Bahkan keluarga saya, termasuk kedua orang tua saya tidak ada yang menjalankan
shalat. Kehidupan mereka sarat dengan dunia klenik dan kemusyrikan, karena setiap
ada masalah pasti larinya ke dukun, kemudian mempercayai nasehat dukun itu
untuk bersesaji, mengadakan selamatan, kenduri dan sebagainya.
Saya sendiri
ketika mau mengikuti ujian sekolah, diajak oleh bapak saya pergi ke seorang
dukun, sorang tua yang biasa disebut Mbah Fulan, di Sambirejo Sragen. Saya juga
tidak tahu mau diapakan di sana, si Mbah itu itu bilang, “Kesini nak, saya
bukakan pintu kecerdasanmu.”
Dari sejak kecil,
saya terbiasa makan makanan yang haram, seperti makan daging babi, daging
anjing, daging kucing dan sebagainya. Pernah ada seekor kucing yang suka makan
anak ayam milik keluarga saya, maka setelah ketahuan oleh kakak-kakak saya,
kucing itu segera diuber dan setelah ditangkap langsung disembelih dan dimakan
rame-rame.
Saya mengenal
shalat setelah saya kelas dua SMP. Padahal saya sekolah di SMP Xaferius
Katolik. Saya tiba-tiba mendapatkan hidayah dari Allah, dengan ada keinginan
untuk belajar shalat dari teman main saya Maryono yang masih duduk di kelas
lima SD. Saya pun kemudian diajak belajar mengaji di langgar (surau) di kampung
sebelah. Pada awalnya, saya minta dia untuk melakukan shalat di depan saya dan
saya terus mengikutinya. Memang sejak saya melakukan shalat, banyak juga
rintangan dari lingkungan keluarga yang tidak mengenal shalat, tetapi saya
tetap melakukannya.
Meskipun saya
sudah shalat, tetapi saya masih terbiasa makan daging anjing karena tidak tahu
hukumnya, baru setelah saya ditegur oleh teman saya, kemudian saya tinggalkan.
Ketika saya mulai menginjak dewasa dan
saya sudah duduk di SMA, saya agak sedikit tertarik dengan ilmu tenaga
dalam dan ilmu kebal atau tahan pukulan. Saya diajak oleh teman saya untuk
‘diisi ilmu’ tenaga dalam dari sebuah
aliran. Tidak usah saya sebutkan aliran apa. Waktu itu saya disuruh memakai
sabuk saya yang sudah ‘diisi’ oleh guru saya. Kemudian ada teman yang disuruh
memukul saya dengan penuh emosi. Anehnya, saya merasa tidak ada pukulan yang
mengenai tubuh saya dan teman saya itu pun terpental ke belakang. Kemudian
giliran saya yang disuruh memukul dia.
Tetapi waktu itu juga saya ragu dengan ilmu tersebut. Maka dengan
bismillah dan membaca do‘a, saya melayangkan pukulan saya ke tubuhnya. Dia pun
langsung sempoyongan. Peristiwa itu menguatkan saya untuk punya keyakinan
bahwa ilmu semacam ini jelas tidak benar. Setelah itu saya pulang ke rumah dan
saya gantungkan celana dan sabuk (ikat pinggang) di gantungan, tetapi malam itu
malah diambil pencuri. Dan setelah itu saya tidak lagi belajar ilmu tenaga
dalam.